gw Introvert


.

Aku benci manusia. Aku benci keramaian, Aku tidak suka kau menatapku. Aku tidak suka diperhatikan. Aku benci tatapan orang. Aku tidak suka gosip. Aku tidak suka bergaul. Aku benci teman karena aku akan lebih banyak mengecewakannya. Aku seperti orang yang malang dan aku tidak pernah mau mengakuinya. Aku suka kesendirian. Aku suka hal-hal yang sepi. Aku suka merenungi diriku sendiri. Aku suka dengan diriku. Aku ada dalam duniaku dan itu yang membuatku merasa menjadi diriku sendiri. Aku suka filsafat. Aku suka bagaimana dunia diam. Aku menikmati bagaimana berada dalam pelukan diri sendiri. Hanya akulah yang mengerti diriku. Dan aku bukan emo! Aku introvert..

Manusia dengan mudahnya menjadikan segala hal didunia mempunyai nilai. Mulai dari 1+1=2 sampai persamaan differensial. Dari abstrak; ide, konsep, Tuhan sampai dengan ilmiah; biologi, geologi, antropologi dan segala -logi yang membuatku muak. Mengapa semuanya begitu penting padahal dirinya sendiri merupakan bagian dari alam? Manusia dengan segala kehebohannya.

'Nilai' sesuatu yang manusia pertahankan dalam bumi yang sempit. Apakah nilai itu sendiri? hal konyol yang membuat dirinya tetap hidup diantara species yang sama. Batasan tak terlihat yang membuat ibu enggan membunuh bayinya yang cacat, dokter enggan berhenti menyelamatkan pasiennya yang sekarat, alasan yang menjadikan landasan untuk harapan. Hadiah dari kotak pandora milik Zeus, dewa yang sama sekali tidak memikirkan apa yang manusia anut dalam kehidupannya yang singkat. Nilai.

Aku benci manusia karena manusia suka menilai. Hal -hal yang membuat mereka merasa eksklusif dari benda lain bahkan dari manusia itu sendiri. Padahal sama-sama berjalan ditempat yang sama, menghirup udara yang bercampur dengan makhluk lain (tidakkah kau jijik manusia? mengambil buangan dari apa yang kamu tindas dan remehkan) serta mati disaat ajalnya tiba. Serta hal-hal menjadikan manusia lebih rendah daripada kotoran. Bagai tidak ada yang lebih rendah daripada dia saat dia merasa terpuruk. Lebih memilih menjadi batu bahkan buih ombak yang cepat menghilang.

Aku benci manusia karena manusia selalu dan selalu menilai. Menjadikan tinggi atau menjadikannya rendah. Serta mengenal bahagia, sopan, marah, kasihan, sedih... Emosi!

Dan aku manusia!!!
aku merasakan... kodrat yang menjadi kutukan bagiku.
Nilai yang aku rasakan dalam hati, perasaan ... emosi ... menjadikan badanku yang berisi materi tidak sanggup menahan jiwa yang mengaduk-aduk
Aku introvert karena aku merasa lebih rendah dari yang lain, aku tidak punya nilai yang sama dengan mereka
Aku introvert karena aku merasa lebih tinggi dari yang lain, bagiku aku mempunyai pandangan yang sangat istimewa

2 hal yang sangat bertolak belakang.
Suatu yang selalu dihadapi manusia setiap detiknya.
Nilai yang selalu berhadapan dengan nilai orang lain.

Bagus - Jelek
Tinggi - Rendah
Baik - Buruk

Karena itulah aku memilih untuk keluar dari pandangan manusia. Menjadi pandangan diriku.

Mencari apa artinya jati diri dalam diri sendiri.

Berangkatlah menuju keramaian dimana lebih banyak manusia, dimana setiap orang saling berpandangan satu sama lain. Bergumul satu demi satu membentuk setengah lingkaran atau berjejer bak tentara NAZI. Mengeluarkan pendapat dan penilaian mereka pada setiap obyek yang melintas atau sekelibat pikiran mereka tentang aktivitas mengobrol yang tidak berguna.

Berisik!!! Ssstt....
Saat dikeramaian dimana manusia memperlihatkan egois dan kesombongan mereka pada tingkat yang melebihi batas. Mungkin karena mereka "bersama" apa saja bisa dilakukan, bahkan sampai tertawa sampai pita suara habis.
Mengejek orang lewat dengan membisikkan pada orang lain.
Bahkan dariku yang suka berjalan sendiri, menganggap orang yang jalan sendirian itu aneh.
Lagi-lagi penilaian...

Silakan ... sia-siakan waktu dengan itu. Mengobrol hanyalah menambah konflik yang ada. Keramaian titik tolak dari persinggungan. Seperti batu api, setiap gesekan menimbulkan percikan bara. Tak sadar bila saat penilaian tidak seragam akan ada percikan yang timbul hingga setiap saat tiba-tiba akan berkobar.

Gaduh riuh hanyalah pelarian dari kekosongan hati.
Saat bersama timbul kesenangan semu dan sesaat, kembali ke ruangan pribadi kembali pilu memikirkan masalah yang terjadi.

Apa mereka tahu!?
Masing-masing memakai topeng bila tiba di keramaian
Tidakkah sadar mereka menipu dirinya sendiri???
Berusaha menjadi penilaian orang, berdandan cantik dan menarik padahal dirumah hanya memakai kaus oblong dengan celana tanpa kolor.

MUNAFIK!


Dan mengapa aku benci keramaian ... bohong! bohong! dan bohong!
Menjadi penipu saat muka bertatap muka, berlagak-berlenggok padahal tidak sedang bermain drama. Cih! bawalah dirimu ke tempat yang pantas.

"Kami kan ingin mendapat penilaian orang lain
Kami ingin kami ada
Dengan ditengah keramaian
Disitulah bagaimana kita mendapatkan diri kami
Disanalah kami menyadari
Kami ada
"


Saat kalian berkata seperti itu, kalian membekap nurani yang selalu menemani kalian setiap saat. Kalian tidak mengakui eksistensi halus yang sabar dan menjadikan diri kalian bahkan lebih dapat dihargai. Diri kalian sendiri. Seberapa jauh kalian melihat dirimu??? Teganya membuang diri sendiri demi penialain orang lain. Demi kebersamaan, memakai topeng dan berpengertian, bermuka manis, serta berperilaku.

Aku lebih sering melihat diriku kau kalah
Apa yang baik ialah mengikuti hati nurani, bukan keramaian yang memberikanmu topeng untuk berperan sebagai salah satu figuran yang berlalu-lalang.

Your Reply